KEDUDUKAN PERGANTIAN JENIS KELAMIN DALAM HUKUM ISLAM
Tuhan telah menciptakan manusia dalam
dua bentuk yaitu pria dan wanita, dengan Adam dan Hawa sebagai cikal
bakalnya. Namun sejarah mencatat dan fakta berbicara bahwa ternyata ada
sekelompok orang yang sangat kecil jumlahnya-mungkin sejuta satu karena
dalam statistik belum pernah diinformasikan berapa jumlah kelompok orang
tersebut. Berbeda dengan jumlah lelaki atau perempuan yang sering
diinformasikan, dimana jumlah lelaki 43% dari jumlah penduduk Indonesia
dan jumlah kaum perempuan 57%. Mereka itu adalah makhluk Tuhan yang
disebut Waria. Mereka sepertinya belum mendapatkan perhatian dan seperti
dibiarkan hidup pada habitatnya mencari dan berjuang mempertahankan
hidup menurut maunya. Mereka seperti belum tersentuh hukum, tapi mereka
terkadang dicari bila dibutuhkan atau diperlukan untuk suatu kepertingan
atau tujuan sesaat.
Belakangan ini semakin banyak fenomena
waria yang berkeliaran di jalanan untuk mengadu nasib khususnya di dunia
perkotaan, bahkan ada di antara mereka yang menodai atribut muslimah
dengan ikut memakai kerudung. Selain itu ironisnya, di media
pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan
mensosialisasikan perilaku kebancian tersebut di berbagai program acara
talkshow, parodi maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil
memberikan legitimasi dan figur yang dapat ditiru masyarakat untuk
mempermainkan jenis kelamin atau bahkan perubahan orientasi dan kelainan
seksual.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan
jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala
transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala
ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara
bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan
dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam bentuk
dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi
penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan heteroseksual.
Khusus untuk tanda-tanda transseksual
yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain: perasaan tidak nyaman dan
tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti
kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang
terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun; adanya penampilan
fisik interseks atau genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya
kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology
(1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala
pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta
tingkah laku negativisme.
Dalam hukum Indonesia sendiri belum ada
ketentuan yang jelas mengatur mengenai kedudukan masalah transseksual
maupun kedudukan para waria. Padahal dengan semakin meningkatnya
globalisasi di dunia, masalah-masalah seperti ini semakin sering
muncul. Para waria dengan mudah dapat ditemui di berbagai sudut kota.
Bahkan di Thailand, secara rutin dalam setahun diadakan kontes
kecantikan untuk para waria yang belakangan rupanya juga telah ada di
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar