Jumat, 13 Februari 2015

kukan salah satu kerjaan tersebut dianggap istri yang tidak berkompeten dan tidak layak dianggap sebagai istri yang ideal. Suamipun terkadang tidak mau menerima kekurangan istri tersebut sehingga sering memarahi, menyindir bahkan sampai memukul karena tidak puas dengan pekerjaan istri di rumah. Tidak heranlah kalau kaum wanita sekarang ini menganggap pekerjaan sebagai ibu rumah tungga adalah pekerjaan rendahan karena memang banyak suami yang memperlakukan istrinya seperti babu.
Bayangkan istrinya disuruh kerja dari pagi sampai sore: membersihkan rumah, mengurus anak-anak dan malamnya masih mengurus suaminya lagi. Bila makanan istri tidak enak, suami bisa marah besar. Bila istri lupa menyetrika baju kerja suaminya, bisa membuahkan kata-kata sinis terhadap istrinya. Tambahan lagi, tanggung jawab pendidikan anak-anak yang secara keseluruhan diserahkan kepada istrinya. Sehingga ketika prestasi belajar anaknya menurun, lagi-lagi istrinya yang kena marah.
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Bagi yang belum menikah atau merencanakan untuk menikah, bijaknya adalah memberikan perlakukan istri dengan baik. Kenapa begitu? Karena sebenarnya tugas isteri hanya tinggal buka mulut dan suami yang berkewajiban menyuapi makanan ke mulut isterinya. Tidak ada kewajiban isteri untuk belanja bahan mentah, memasak dan mengolah hingga menghidangkannya. Semua itu pada dasarnya kewajiban seorang suami. Seandainya suami tidak mampu melakukannya sendiri, tetap saja pada dasarnya tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melaksanakannya. Kalau perlu suami harus menyewa pembantu atau pelayan untuk mengurus makan dan urusan dapur.
Bahkan memberi nafkah kepada anak juga bukan kewajiban isteri. Suami itulah yang punya kewajiban  memberi nafkah kepada anak-anaknya. Jangan heran kalau memberi air susu ibu juga bukanlah kewajiban isteri. Tetapi kewajiban itu pada dasarnya ada pada suami. Kalau perlu, istri bisa meminta upah kepada suaminya karena telah menyusui anaknya.
Itulah hak dan kewajiban suami istri kalau dilihat dari sudut hitam putih saja. Masalah ini kalau tidak dijelaskan dengan sempurna akan menimbulkan salah paham karena idenya sama dengan yang di bawa oleh kelompok Islam Liberal. Coba perhatikan apa yang Islam Liberal katakan:

Seorang Ibu hanya wajib melakukan hal-hal yang sifatnya kodrati seperti mengandung dan melahirkan. Sedangkan hal-hal yang bersifat diluar qodrati itu dapat dilakukan oleh seorang Bapak. Seperti mengasuh, menyusui (dapat diganti dengan botol), membimbing, merawat dan membesarkan, memberi makan dan minum dan menjaga keselamatan keluarga. ( Isu-Isu Gender dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah,  hal. 42-43).

Apa yang kaum liberal itu inginkan adalah suami tinggal di rumah untuk mengasuh anak dan mengurus rumah tangga, sedangkan si istri bekerja di luar rumah. Inilah yang dinamakan emansipasi wanita kata mereka. Sebaliknya menurut saya ini dinamakan Queen Control. Apa yang dituntut dalam agama Islam tidak demikian.
Masing-masing istri dan suami semestinya mengerti tugasnya, sehingga tidak berbuat yang memberatkan pihak lain. Dalam islam ada mushalahah perjanjian dengan baik-baik, hal ini seperti yang dilakukan oleh Ali bin Abit Thalib dengan istrinya, pasangan yang berada dibawah naungan kenabian ini membuat perjanjian dimana Fatimah Zahra meminta tugas dalam rumah tangga dibagi, tugas dalam rumah adalah tugasnya sebagai istri dan diluar rumah adalah tugas bagi suami, namun pada aplikasinya Ali bin Abi Thalib tidak hanya bekerja diluar rumah, dia juga melakukan pekerjaan-pekerjaan didalam rumah.
Apa yang terjadi di Indonesia bisa jadi berasal dari ajaran Fatimah hanya saja terpotong sehingga seolah-olah itu adalah kewajiban seorang istri, padahal itu adalah bagian dari sebuah perjanjian, dan seorang suami tetap dalam batas kewajibannya, bahwa semua tugas rumah  tangga sebenarnya adalah tugasnya tapi seorang istri yang baik jelas tidak mungkin hanya membiarkan suami bekerja dirumah dan diluar rumah sedang dirinya hanya bersantai bagaikan seorang putri, dan suami bekerja bagaikan kuli.
Tetap saja kesetimbangan itu diperlukan.
Hubungan Dari Sisi Moral, Etika dan Hubungan Sosial
Selain dilihat dari sisi hitam putih, kita juga patut melihat dari sisi moral, etika dan hubungan sosial, karena ada sisi-sisi lain seperti rasa cinta, saling memiliki, saling tolong, saling merelakan hak dan saling punya keinginan untuk membahagiakan pasangannya.
Sehingga seorang isteri yang pada dasarnya tidak punya kewajiban atas semua hal itu, dengan rela dan ikhlas melayani suaminya, belanja untuk suami, masak untuk suami, menghidangkan makan di meja makan untuk suami, bahkan menyuapi makan untuk suami kalau perlu. Semua dilakukannnya semata-mata karena cinta dan sayangnya kepada suami. Dengan semua hal itu, tentunya isteri akan menerima pahala yang besar dari apa yang dikerjakannya. Karena dengan bantuannya itu, seortang suami akan sangat terbantu, dan bisa melaksanakan tugasnya sebagai seorang suami, sebagai seorang ayah, sebagai salah satu anggota keluarga dan anggota masyarakat dengan baik, jelas istri yang mendukung suami untuk terus berada dalam kebaikan dan bertindak sesuai aturan akan mendapatkan pahala yang besar.
Jika hubungan suami istri adalah hubungan yang salaing mendukung dan menguntungkan maka pasangan itu akan memanen kebaikan dan pahala dari Allah SWT, akan menjadi manusia-manusia yang dicintai Allah swt. Suami mendapat pahala karena sudah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberi hartanya untuk nafkah isterinya, mengerjakan tugas-tugas yang mampu ia lakukan dirumah. Isteri mendapat pahala karena membantu meringankan beban suami. Mendapatkan pahala karena telah menjaga suami sehingga tidak melakukan tindakan yang mendatangkan murka Allah.
Seperti Itulah hubungan cinta antara suami dan isteri, hubungan yang tidak hanya sekedar hubungan hak dan kewajiban. Tentu saja ketika seorang isteri mengerjakan hal-hal yang pada dasarnya menjadi kewajiban suami, maka wajar bila suami mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang tulus. Suami sudah semestinya tidak menutup mata atas apa yang sudah dilakukan istri untuk keluarga.
Jadi kalau istri kita memasak makanan yang tidak enak, lupa menggosok baju kerja, lupa membayar tagihan listrik, tidak tahu bagaimana mengajar matematika kepada anak kita, maka anda tidak ada hak untuk memarahinya. Kenapa begitu? Karena itu semua sebenarnya adalah tugas kita sebagai seorang suami yang dikerjakan oleh istri kita secara sukarela.
Istri Tidak Berkewajiban Menafkahi Anak-Anak Yang Ditinggalkan Oleh Suaminya
Bahkan kalau si suami meninggalpun, tanggung jawab menafkahi anak-anak bukan urusan si istri. Tapi ayah dari suami yang bertanggung jawab
Walaupun si istri kemudian bekerja dan memiliki penghasilan sendiri, tapi secara hakikatnya, dia tetap tidak diwajibkan untuk membiayai anak-anaknya sendiri. Tapi bila sebagai ibu ingin memberikan nafkah pada anaknya, dia akan mendapat pahala sunnah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar