kukan salah satu kerjaan tersebut dianggap istri yang tidak berkompeten dan tidak layak dianggap sebagai istri yang ideal.
Suamipun terkadang tidak mau menerima kekurangan istri tersebut
sehingga sering memarahi, menyindir bahkan sampai memukul karena tidak
puas dengan pekerjaan istri di rumah. Tidak heranlah kalau kaum wanita
sekarang ini menganggap pekerjaan sebagai ibu rumah tungga adalah
pekerjaan rendahan karena memang banyak suami yang memperlakukan
istrinya seperti babu.
Bayangkan istrinya disuruh kerja dari pagi sampai sore: membersihkan
rumah, mengurus anak-anak dan malamnya masih mengurus suaminya lagi.
Bila makanan istri tidak enak, suami bisa marah besar. Bila istri lupa
menyetrika baju kerja suaminya, bisa membuahkan kata-kata sinis terhadap
istrinya. Tambahan lagi, tanggung jawab pendidikan anak-anak yang
secara keseluruhan diserahkan kepada istrinya. Sehingga ketika prestasi
belajar anaknya menurun, lagi-lagi istrinya yang kena marah.
Hak dan Kewajiban Suami Istri
Bagi yang belum menikah atau merencanakan untuk menikah, bijaknya
adalah memberikan perlakukan istri dengan baik. Kenapa begitu? Karena
sebenarnya tugas isteri hanya tinggal buka mulut dan suami yang
berkewajiban menyuapi makanan ke mulut isterinya. Tidak ada kewajiban
isteri untuk belanja bahan mentah, memasak dan mengolah hingga
menghidangkannya. Semua itu pada dasarnya kewajiban seorang suami.
Seandainya suami tidak mampu melakukannya sendiri, tetap saja pada
dasarnya tidak ada kewajiban bagi isteri untuk melaksanakannya. Kalau
perlu suami harus menyewa pembantu atau pelayan untuk mengurus makan dan
urusan dapur.
Bahkan memberi nafkah kepada anak juga bukan kewajiban isteri. Suami
itulah yang punya kewajiban memberi nafkah kepada anak-anaknya. Jangan
heran kalau memberi air susu ibu juga bukanlah kewajiban isteri. Tetapi
kewajiban itu pada dasarnya ada pada suami. Kalau perlu, istri bisa
meminta upah kepada suaminya karena telah menyusui anaknya.
Itulah hak dan kewajiban suami istri kalau dilihat dari sudut hitam putih saja.
Masalah ini kalau tidak dijelaskan dengan sempurna akan menimbulkan
salah paham karena idenya sama dengan yang di bawa oleh kelompok Islam
Liberal. Coba perhatikan apa yang Islam Liberal katakan:
Seorang Ibu hanya wajib melakukan hal-hal yang sifatnya kodrati
seperti mengandung dan melahirkan. Sedangkan hal-hal yang bersifat
diluar qodrati itu dapat dilakukan oleh seorang Bapak. Seperti mengasuh,
menyusui (dapat diganti dengan botol), membimbing, merawat dan
membesarkan, memberi makan dan minum dan menjaga keselamatan keluarga. (
Isu-Isu Gender dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, hal.
42-43).
Apa yang kaum liberal itu inginkan adalah suami tinggal di rumah
untuk mengasuh anak dan mengurus rumah tangga, sedangkan si istri
bekerja di luar rumah. Inilah yang dinamakan emansipasi wanita kata
mereka. Sebaliknya menurut saya ini dinamakan Queen Control. Apa yang dituntut dalam agama Islam tidak demikian.
Masing-masing istri dan suami semestinya mengerti tugasnya, sehingga
tidak berbuat yang memberatkan pihak lain. Dalam islam ada mushalahah
perjanjian dengan baik-baik, hal ini seperti yang dilakukan oleh Ali bin
Abit Thalib dengan istrinya, pasangan yang berada dibawah naungan
kenabian ini membuat perjanjian dimana Fatimah Zahra meminta tugas dalam
rumah tangga dibagi, tugas dalam rumah adalah tugasnya sebagai istri
dan diluar rumah adalah tugas bagi suami, namun pada aplikasinya Ali bin
Abi Thalib tidak hanya bekerja diluar rumah, dia juga melakukan
pekerjaan-pekerjaan didalam rumah.
Apa yang terjadi di Indonesia bisa jadi berasal dari ajaran Fatimah
hanya saja terpotong sehingga seolah-olah itu adalah kewajiban seorang
istri, padahal itu adalah bagian dari sebuah perjanjian, dan seorang
suami tetap dalam batas kewajibannya, bahwa semua tugas rumah tangga
sebenarnya adalah tugasnya tapi seorang istri yang baik jelas tidak
mungkin hanya membiarkan suami bekerja dirumah dan diluar rumah sedang
dirinya hanya bersantai bagaikan seorang putri, dan suami bekerja
bagaikan kuli.
Tetap saja kesetimbangan itu diperlukan.
Hubungan Dari Sisi Moral, Etika dan Hubungan Sosial
Selain dilihat dari sisi hitam putih, kita juga patut melihat dari
sisi moral, etika dan hubungan sosial, karena ada sisi-sisi lain seperti
rasa cinta, saling memiliki, saling tolong, saling merelakan hak dan
saling punya keinginan untuk membahagiakan pasangannya.
Sehingga seorang isteri yang pada dasarnya tidak punya kewajiban atas
semua hal itu, dengan rela dan ikhlas melayani suaminya, belanja untuk
suami, masak untuk suami, menghidangkan makan di meja makan untuk suami,
bahkan menyuapi makan untuk suami kalau perlu. Semua
dilakukannnya semata-mata karena cinta dan sayangnya kepada suami.
Dengan semua hal itu, tentunya isteri akan menerima pahala yang besar
dari apa yang dikerjakannya. Karena dengan bantuannya itu, seortang
suami akan sangat terbantu, dan bisa melaksanakan tugasnya sebagai
seorang suami, sebagai seorang ayah, sebagai salah satu anggota keluarga
dan anggota masyarakat dengan baik, jelas istri yang mendukung suami
untuk terus berada dalam kebaikan dan bertindak sesuai aturan akan
mendapatkan pahala yang besar.
Jika hubungan suami istri adalah hubungan yang salaing mendukung dan
menguntungkan maka pasangan itu akan memanen kebaikan dan pahala dari
Allah SWT, akan menjadi manusia-manusia yang dicintai Allah swt. Suami
mendapat pahala karena sudah melaksanakan kewajibannya, yaitu memberi
hartanya untuk nafkah isterinya, mengerjakan tugas-tugas yang mampu ia
lakukan dirumah. Isteri mendapat pahala karena membantu meringankan
beban suami. Mendapatkan pahala karena telah menjaga suami sehingga
tidak melakukan tindakan yang mendatangkan murka Allah.
Seperti Itulah hubungan cinta antara suami dan isteri, hubungan yang
tidak hanya sekedar hubungan hak dan kewajiban. Tentu saja ketika
seorang isteri mengerjakan hal-hal yang pada dasarnya menjadi kewajiban
suami, maka wajar bila suami mengucapkan terima kasih dan memberikan
penghargaan yang tulus. Suami sudah semestinya tidak menutup mata atas
apa yang sudah dilakukan istri untuk keluarga.
Jadi kalau istri kita memasak makanan yang tidak enak, lupa menggosok
baju kerja, lupa membayar tagihan listrik, tidak tahu bagaimana
mengajar matematika kepada anak kita, maka anda tidak ada hak untuk
memarahinya. Kenapa begitu? Karena itu semua sebenarnya adalah tugas
kita sebagai seorang suami yang dikerjakan oleh istri kita secara
sukarela.
Istri Tidak Berkewajiban Menafkahi Anak-Anak Yang Ditinggalkan Oleh Suaminya
Bahkan kalau si suami meninggalpun, tanggung jawab menafkahi
anak-anak bukan urusan si istri. Tapi ayah dari suami yang bertanggung
jawab
Walaupun si istri kemudian bekerja dan memiliki penghasilan sendiri,
tapi secara hakikatnya, dia tetap tidak diwajibkan untuk membiayai
anak-anaknya sendiri. Tapi bila sebagai ibu ingin memberikan nafkah pada
anaknya, dia akan mendapat pahala sunnah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar